A. Latar Belakang Masalah
Pada kelas tingkat atas Sekolah Dasar (kelas IV, V dan VI) terjadi penurunan tingkat kreativitas pada anak (Creativity Drop) dan bukan cuma tingkat kreativitas saja tetapi juga penurunan pada nilai hasil belajar anak daripada prestasi yang dicapai pada kelas SD awal. Banyak aspek pengembangan kreativitas dan hasil belajar anak menurun, biasanya bersumber dari lingkungan di mana siswa dibesarkan ialah lingkungan keluarga, sekolah dan penduduk . Pada lingkungan sekolah antara lain adalah pelaksanaan kurikulum yang berorientasi pada bahan pelajaran (Subject Oriented) condong menghalangi pengembangan kreativitas dan hasil mencar ilmu siswa daripada kurikulum yang berorientasi pada proses (Process Oriented). Faktor lain yaitu bagaimana cara guru melaksanakan pembelajaran di kelas. Guru yang menerapkan pembelajaran aktif, inovatif dan menyenangkan akan lebih mengembangkan peluang bagi siswa untuk membuatkan kreativitasnya dalam berguru sehingga hasil belajarnya pun akan lebih baik.
Pentingnya mengembangan kreativitas juga terkait dengan permintaan perkembangan jaman, Semiawan (2002: 10) menyatakan bahwa “ciri manusia yang mampu bertahan hidup pada era mendatang ialah mereka yang mempunyai kemampuan untuk mampu bersaing, memecahkan persoalan, bekerja sama, fleksibel dan terbuka”. Kemampuan tersebut di atas merupakan ciri orang yang inovatif. Kreativitas dan hasil mencar ilmu anak mampu ditingkatkan oleh guru lewat berbagai situasi pembelajaran yang mengembangkan kedua belah otak secara serasi. Salah satu pendekatan yang sedang membooming yaitu pendekatan Quantum Teaching yang dikembangkan oleh Bobbi De Porter seorang kepala Learning Forum yang berpusat di Oceanside, California, Amerika Serikat. Pendekatan Quantum Teaching ini diandalkan mampu memaksimalkan kreativitas dan hasil berguru anak sebab tata cara pembelajaran yang mencar ilmu kembali cara mencar ilmu dan membentuk ulang cara menjalani kehidupan. Dari bukti survey dan observasi yang dilaksanakan hasil berguru anak meningkat dengan signifikan. Siswa mampu meningkatkan nilai, partisipasi, kreativitas dan lebih bersedia menjadi diri mereka sendiri.
Upaya untuk mengoptimalkan hasil pembelajaran dengan menumbuhkan tingkat kreativitas pada siswa di Sekolah Dasar perlu dikerjakan khususnya dalam mengubah orientasi kurikulum dan orientasi pendekatan pembelajaran yang diterapkan. Hal ini mempunyai arti metode pembelajaran yang dikontrol di SD hendaknya dapat menggali dan menumbuhkembangkan potensi-potensi yang dimiliki para siswa. Bila ini terwujud, maka interaksi yang konstruktif antara aspek-aspek eksternal dan aspek-aspek internal siswa terjadi dalam proses pembelajaran. Tentunya hal ini mampu tercipta kalau suasana pembelajaran tersebut menggembirakan (joyful), mengasyikan (fun), menantang (challenging), membangkitkan rasa ingin tahu (curiosity stimulating) melibatkan siswa dalam proses pembelajaran secara aktif dan holistik, mendidik anak untuk berpikir logis dan kritis, serta sekaligus dapat berbagi kecerdasan beragam (multiple intelligence) dan ahlak atau budi pekerti siswa.
Upaya penerapan tata cara pembelajaran sekarang sedang bergulir di sekolah-sekolah dengan cita-cita gampang-mudahan meraih hasil yang optimal. Namun demikian, situasi tersebut tidak terlepas dari masih eksisnya-kesepakatan dan pengabdian para guru, selaku garda terdepan pendidikan yang tetap bertahan dalam situasi hidup sederhana dengan mengemban tugas-tugas berat tetapi sungguh mulia yaitu membangun abad depan bangsa melalui dunia pendidikan. Melalui penerapan pendekatan Quantum Teaching proses belajar mengajar di SD dapat mengembangkan kreativitas dan hasil berguru siswa, demikian pula pada pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial akan tampaktingkat efektivitas dari penerapan pendekatan pembelajaran Quantum Teaching.
Didasarkan pada latar belakang duduk perkara sepertei dikem,ukakan di atas, penulis kesengsem untuk melaksanakan observasi dengan judul Penerapan Pendekataan Quantum Teaching untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran IPS di Sekolah Dasar (Penelitian Tindakan Kelas pada Kelas IV SD ).
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, penulis mampu mengidentifikasi masalah observasi sebagai berikut:
1) Kretaivitas siswa dalam pembelajaran kurang;
2) Hasil mencar ilmu siswa kurang;
3) Efektivitas pendekatan yang dipakai masih kurang.
C. Batasan Masalah
Karena ruang lingkup masalah mirip pada identifikasi dilema terlalu luas, pene;litian perlu dibatasi agar terang ruang lingkup dan batasannya, maka penelitian ini penulis batasi sebagai berikut:
Pendekatan Quantum Teaching dalam mengembangkan kereatifitas dan hasil mencar ilmu siswa.
D. Rumusan Masalah
Masalah yang dijadikan observasi dirumuskan secara terperinci dan operasional, sehingga batas-batas dan ruang lingkupnya terukur. Penelitian ini penulis rumuskan selaku berikut:
a) Apakah pendekatan Quantum Teaching mampu memajukan kreativitas siswa?
b) Apakah pendekatan Quantum Teaching mampu memajukan hasil berguru siswa?
E. Tujuan Penelitian
Setiap acara observasi yang dijalankan tentu memiliki tujuan yang ingin dicapai, demikian pula dengan penelitian ini. Di dalam observasi ini, penulis mempunyai beberapa tujuan, ialah:
A. ingin meningkatkan kreativitas siswa pada pembelajaran IPS di Sekolah Dasar dengan menggunakan pendekatan Quantum Teaching.
B. ingin memajukan hasil berguru siswa lewat pendekatan Quantum Teaching pada pembelajaran IPS di SD.
F. Manfaat Penelitian
Segala sesuatu acara yang dikerjakan tentu memiliki manfaat yang dapat diambil. Demikian pula dengan penelitian ini. Penelitian ini berfaedah bagi peneliti, guru, siswa dan lembaga.
a) Manfaat bagi peneliti, hasil penelitian ini memperbesar wawasan dan disiplin ilmu kebanyakan dan penerapan pendekatan pembelajaran quantum teaching utamanya;
b) Manfaat bagi guru untuk memperbesar wawasan dan disiplin ilmu khususnya dalam mendesain dan memilih pendekatan pembelajaran yang mampu mengotimalkan kesempatanyang dimiliki siswa;
c) Manfaat bagi siswa, hasil penelitian ini bagi siswa selaku bahan intropeksi diri untuk mengembangkan kesanggupan mencar ilmu secara optimal;
d) Manfaat bagi forum/sekolah, sebagai materi masukan yang kasatmata dalam pelatihan profesi guru dengan memikirkan tingkat kreativitas guru dalam merancang tata cara pembelajaran yang aktif, kreatif dan menyenangkan.
G. Definisi Operasional
Sesuai dengan judul yang diseleksi, ialah Penerapan Pendekatan Quantum Teaching dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dalam Konsep Sumber Daya Alam pada Pembelajaran IPS di SD (Penelitian Tindakan Kelas IV SD ). Agar tidak terjadi salah penafsiran dalam memahami istilah yang dipakai dalam judul observasi ini, penulis jelaskan kata-kata tersebut sebagai berikut.
Penarapan adalah pemasangan, pengenaan atau tentang mempraktikan sesuatu dalam hal ini adalah penerapan pendekatan pembelajaran (KBBI, 1989 : 935).
Pendekatan yakni perjuangan dalam rangka kegiatan observasi untuk mengadakan relasi dengan orang yang diteliti, atau metode-tata cara untuk meraih pemahaman perihal masalahpenelitian (KBBI, 1989 :192).
Quantum Teaching. Secara harfiah Quantum artinya banyaknya, jatah (Wojowasito, 1980: 166). Teaching artinya mengajar, sedangkan Quantum Teaching yaitu sebuah metodologi pembelajaran dengan penggubahan cara berguru yang meriah, dengan segala nuansanya yang menambahkan segala kaitan, interaksi, dan perbedaan yang mengoptimalkan momen mencar ilmu (Porter, 2000: 3).
Meningkatkan yakni menaikkan (derajat, traf, dsb) mempertinggi, memperhebat (produksi dsb) (KBBI, 1989 : 950) Dalam hal ini menaikan, mempertinggi atau mengembangkan kreativitas dan hasil mencar ilmu mengajar yang dikerjakan oleh guru dalam acara mencar ilmu mengajar di kelas. Kreativitas dapat diartikan sebagai kesanggupan untuk menemukan sesuatu yang gres dari yang sebelumnya belum ada. Kemampuan untuk membuat wangsit baru atau menggabungkan sesuatu sehingga menjadi produk yang gres (Yufiarti, 2003 : 44).
Hasil Belajar Siswa yaitu capaian (baik, tinggi,kurang) dari suatu kegiatan berguru yang telah dilakukan oleh siswa.
Sumber Daya Alam yaitu segala sesuatu yang berada di alam (di luar manusia) yang dinilai memiliki daya guna untuk menyanggupi keperluan sehingga tercipta kemakmuran hidup insan (Tarmedi, dkk., 2007 : 3).
Pembelajaran adalah proses, perbuatan, cara mengajar atau berkaitan dengan pengajaran (KBBI, 1989 : 13).
Ilmu Pengetahuan Sosial adalah salah satu mata pelajaran yang diberikan pada tingkat SD. Pendidikan IPS ini mencakup bidang kajian geografi, sosiologi, ekonomi, antropologi, tata negara dan sejarah.
Dengan demikian, maksud judul di atas ialah sebuah model penerapan metodologi pembelajaran Quantum Teaching yang berusaha mengganti cara mencar ilmu menjadi meriah, mengasyikkan dengan menyertakan segala kaitan, interaksi dengan mengoptimalkan kreativitas dan hasil berguru siswa dalam konsep sumber daya alam pada pembelajaran IPS di SD.
BAB II KAJIAN TEORI
A. Pendekatan Quantum Teaching
Pendekatan Quantum dikembangkan oleh Bobby DePorter (1992) yang berasumsi bahwa tata cara mengajar ini sesuai dengan cara kerja otak insan dan cara belajar insan kebanyakan. Bobby DePorter yaitu kepala Learning Forum, suatu perusahaan yang berbasis di Oceanside, California, Amerika Serikat yang memproduksi program-acara pendidikan untuk siswa, guru, sekolah dan organisasi di seluruh Amerika Serikat, Inggris, Hong Kong, Singapura dan Malaysia juga mantan ketua International Alliance for Learning.
Dengan model SuperCamp yang dikembangkan bareng mitra-kawannya pada permulaan tahun 1980-an, prinsip-prinsip dan versi pembelajaran Quantum menentukan bentuknya. Dalam SuperCam tersebut, kurikulum dikembangkan secara harmonis dan berisi variasi dari tiga komponen, ialah : (1) keahlian akademis (academic skills), (2) prestasi atau tantangan fisik (physical challenge), dan (3) ketrampilan dalam hidup (life skills).
1. Pengertian Pembelajaran Quantum Teaching
Pengertian Quantum dalam kamus bahasa Inggris diartikan selaku jatah atau banyaknya persediaan. Sedangkan Teaching artinya adalah mengajar.
Quantum: interaksi yang mengganti energi menjadi cahaya. Quantum Teaching, dengan demikian ialah penggubahan beragam interaksi yang ada di dalam dan di sekeliling momen belajar (Bobby DePorter, 2001: 5).
Sedangkan menurut Udin Saefudin Saud dan Ayi Suherman (2006 : 102) Quantum Teaching ialah bentuk inovasi penggubahan bermacam-macam interaksi yang ada di dalam dan di sekeliling momen belajar.
Berdasarkan definisi yang dipaparkan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa yang dimaksud denga pembelajaran Quantum Teaching adalah sebuah pendekatan pembelajaran yang berusaha mengoptimalkan seluruh kegiatan, potensi, fasilitas -prasarana, dan interaksi yang ada di dalam dan di luar momen belajar sehingga pembelajaran lebih memiliki arti, efektif dan efisien.
2. Azas-azas Pembelajaran Quantum Teaching
Istilah “Quantum” dipinjam dari dunia ilmu fisika yang bermakna interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Maksudnya dalam pembelajaran Quantum, pengubahan beragam interaksi yang terjadi dalam kegiatan berguru mengajar. Menurut Saud dan Suherman (2006 : 103) interaksi-interaksi ini mengganti kemampuan dan talenta alamiah guru dan siswa menjadi cahaya yang berguna bagi pertumbuhan mereka dalam berguru secara efektif dan efisien. Selain itu, adanya proses pengubahan berguru yang semarak dengan segala nuansanya, penyertaan segala yang berkaitan, interaksi dan perbedaan yang memaksimakan momen belajar, fokus pada kekerabatan dinamis dalam lingkungan kelas, semuanya ialah hal-hal yang melandasi pembelajaran Quantum.
Ada dua desain utama yang digunakan dalam pembelajaran Quantum dalam rangka mewujudkan energi guru dan siswa menjadi cahaya berguru adalah percepatan mencar ilmu melalui perjuangan sengaja untuk mengikis kendala-hambatan mencar ilmu tradisional, dan kemudahan mencar ilmu yang berarti memudahkan berguru (Saud dan Suherman, 2006 : 103).
Percepatan berguru dan akomodasi akan mendukung azas utama yang digunakan dalam pembelajaran Quantum, ialah : “Bawalah dunia mereka ke dunia kita dan antarkan dunia kita ke dunia mereka”. Maksud dari azas itu berdasarkan Bobby DePorter (2001 : 6) adalah segala hal yang dilaksanakan dalam kerangka Quantum Teaching, setiap interaksi dengan siswa, setiap rancangan kurikulum, dan setiap metode intruksional dibangun di atas prinsip Bawalah Dunia Mereka ke Dunia Kita, dan Antarkan Dunia kita ke Dunia Mereka.
Azas utama Quantum Teaching tersebut menurut Saud dan Suherman (2006: 103) mengisyaratkan pentingnya seorang guru memasuki dunia atau kehidupan anak yakni :
Sebagai langkah pertama dalam melaksanakan sebuah pembelajaran Memahami dunia dan kehidupan anak, merupakan lisensi bagi para guru untuk memimpin, menuntun dan membuat lebih mudah perjalanan siswa dalam menjangkau hasil belajar yang optimal. Salah satu cara yang biasa digunakan dalam hal ini misalkan mengaitkan apa yang mau diajarkan dengan insiden-kejadian, pikiran atau perasaan, langkah-langkah yang diperoleh siswa dalamkehidupan baik di rumah, di sekolah maupun di linmgkungan masyarakat. Setelah kaitan terbentuk, maka guru dapat menunjukkan pemahaman wacana materi pelajaran yang diadaptasi dengan kemampuan, perkembangan, dan minat bakat siswa (Saud dan Suherman, 2006 : 103).
Pemahaman terhadap hakekat siswa menjadi lebih penting sebagai fasilitas untuk menghubungkan dan memasukan dunia kita kepada dunia mereka. Apabila seorang guru telah memahami dunia siswa, maka siswa sudah merasa diperlakukan sesuai dengan tingkat pertumbuhan mereka , sehingga pembelajaran akan menjadi serasi, aktif, inovatif dan menggembirakan seperti sebuah orkestrasi yang saling bertautan dan saling mengisi.
3. Prinsip Pembelajaran Quantum Teaching
Selain azas utama yang sudah dipaparkan di atas, pembelajaran Quantum Teaching dalam tataran aplikasi dan impelementasi pembelajaran di kelas memiliki lima prinsip (Bobby DePorter (1992) dalam Kaifa, 2001 : 7) selaku berikut:
1. Segalanya mengatakan, tujuannya bahwa seluruh lingkungan kelas hendaknya dirancang untuk menjinjing pesan mencar ilmu yang dapat diterima oleh siswa, ini berarti desain kurikulum dan desain pembelajaran guru, berita, bahasa tubuh, kata-kata, langkah-langkah, gerakan, dan seluruh keadaan lingkungan haruslah mampu berbicara menenteng pesan-pesan mencar ilmu bagi siswa.
2. Segalanya bermaksud, maksudnya semua penggubahan pembelajaran tanpa terkecuali mesti memiliki tujuan-tujuan yang jelas dan terkontrol. Sumber dan kemudahan yang terlibat dalam setiap pembelajaran pada priunsipnya untuk membantu pergeseran sikap kognitif, afektif dan psikomotor.
3. Pengalaman sebelum dukungan nama, tujuannya sebelum siswa belajar memberi nama (mendefinisikan, mengkonseptualisasi, membedakan, mengkatagorikan) hendaknya sudah mempunyai pengalaman informasi yang terkait dengan upaya tunjangan nama tersebut.
4. Akui setiap usaha, maksudnya semua usaha mencar ilmu yang telah dilaksanakan siswa mesti mendapatkan pengukuhan guru dan siswa yang lain. Pengakuan ini penting agar siswa senantiasa berani melangkah ke bagian berikutnya dalam pembelajaran.
5. Jika pantas dipelajari, maka patut pula dirayakan, tujuannya setiap usaha dan hasil yang diperoleh dalam pembelajaran layak dirayakan. Perayaan ini diharapkan memberi umpan balik dan motivasi untuk pertumbuhan kenaikan hasil berguru selanjutnya.
4. Strategi Pembelajaran Quantum Teaching
Strategi pembelajaran yang dikembangkan Bobby DePorter (1992) dalam Quantum Teaching adalah lewat perumpamaan “TANDUR”, selaku berikut.
1. Tumbuhkan, ialah dengan menawarkan apersepsi yang cukup sehingga sejak awal kegiatan siswa termotivasi dan terpikatuntuk berguru dan memahami Apa Manpaatnya Bagiku (AMBAK). Dengan demikian, apresepsi dalam aktivitas mencar ilmu mengajar merupakan gerbang utama untuk masuk dan menjinjing dunia anak ke dunia kita dan mengirimkan dunia kita ke dunia anak.
2. Alami, berikan pengalaman konkret kepada setiap siswa untuk menjajal seluruh kegiatan dan momen berguru. Ciptakan atau datangkan pengalaman lazim yang mampu dikenali oleh semua siswa.
3. Namai, sediakan kata kunci, desain, model rumus, strategi dan sistem lainnya. Penamaan mampu memuaskan hasrat alami otak untuk memperlihatkan identitas, megurutkan, dan mendefinisikan. Penaamaan yaitu momen yang tepat untuk mengajarkan rancangan dan keahlian berpikir dan seni manajemen belajar.
4. Demontrasikan, sediakan potensi terhadap siswa untuk menunjukkan kemampuannya. Memberikan siswa potensi lebih untuk menerjemahkan dan menerapkan wawasan mereka ke dalam pembelajaran yang lain, dan ke dalam kehidupan mereka.
5. Ulangi, beri peluang kepada siswa untuk mengulangi apa yang sudah mereka pelajari, sehingga setiap siswa mencicipi eksklusif di mana kesusahan yang mereka alami. Pengulangan mampu memperkuat koneksi saraf dan menumbuhkan rasa “ Aku tahu bahwa aku tahu ini!”. Jadi pengalaman harus dilakukan secara multimodalitas dan multikecerdasan, lebih baik dalam konteks yang berlainan dengan asalnya (permainan, pentasdrama, dan sebagainya).
6. Rayakan, dimaksudkan sebagai respon pengakuan yang proporsional. Jika pantas untuk dipelajari, maka layak pula hasil belajar tersebut untuk dirayakan. Merayakan akan menunjukkan rasa puas, senang kepada apa yang sudah dilaksanakan, diperbuat dan dihasilkan dengan menghormati usaha, keteguhan dan kesuksesan.
5. Model Pembelajaran Quantum Teaching
Menurut Bobby DePorter (2001) model pembelajaran Quantum identik dengan sebuah simponi dan pertunjukkan musik. Maksudnya pembelajaran Quantum, memberdayakan seluruh potensi dan lingkungan mencar ilmu yang ada, sehingga proses berguru menjadi sebuah yang menggembirakan dan bukan selaku sesuatu yang memberatkan.
Untuk mampu mengarah kepada yang dimaksud di atas, ada beberapa tindakan yang harus dikerjakan,yaitu: (1) optimalkan minat pada diri, (2) bertanggung jawab pada diri, sehingga anda akan mengawali mengupayakan segalanya terlaksana, dan (3) hargailah segala tugas yang sudah selesai (Howard Gardner, dalam DePorter, 2001).
Tujuan pokok pembelajaran Quantum yakni meningkatkan partisipasi siswa melalui penggubahan keadaan, mengembangkan motivasi dan minat belajar, meningkatkan daya ingat dan mengembangkan rasa kebersamaan, mengembangkan daya dengar, dan memajukan kehalusan sikap (Saud dan Suherman, 2006: 105). Berdasarkan usulan yang dikemukakan Udin Saefudin Saud dan Ayi Suherman di atas ihwal tujuan pokok pembelajaran Quantum, penulis dapat mengidentifikasi 6 (enam) tujuan pokok pembelajaran Quantum,adalah:
1.Meningkatkan partisipasi siswa;
2.Meningkatkan motivasi dan minat berguru;
3.Meningkatkan daya ingat;
4.Meningkatkan rasa kebersamaan;
5.Meningkatkan daya dengar; dan
6.Meningkatkan kehalusan perilaku siswa.
Berdasarkan prinsip dan azas landasan pembelajaran Quantum, guru mesti mampu mengorkestrasi kesuksesan belajar siswa. Dalam pembelajaran Quantum, guru tidak semata-mata menerjemahkan kurikulum ke dalam seni manajemen, tata cara,teknik, dan tindakan pembelajaran, melainkan termasuk juga mneterjemahkan kebutuhan faktual siswa. Untuk hal itu, dalam pembelajaran Quantum, guru harus mempunyai kesanggupan untuk mengorkestrasi konteks dan kontens. Konteks berkaitan denga lingkungan pembelajaran, sedangkan konten berhubungan dengan isi pembelajaran.
Dimensi konteks dalam pembelajaran Quantum mampu dikelompokkan menjadi empat bab, yaitu (1) situasi mencar ilmu yang menggairahkan, (2) landasan yang kukuh, (3) lingkungan yang mendukung, dan (4) desain mencar ilmu yangdinamis (Saud dan Suherman, 2006 : 105).
Suasana mencar ilmu yang menggairahkan, tujuannya guru harus mampu menciptakan situasi pembelajaran yang memberdayakan siswa secara optimal. Penelitian memperlihatkan, bahwa suasana kelas yakni penentu psikologios utama yang mensugesti aktivitas berguru. Pada dasarnya kelas yakni arena mencar ilmu yang dipengaruhi oleh emosi, itulah sebabnya diusulkan biar guru berusaha menciptakan suasana kelas lewat keenam faktor di atas (Saud dan Suherman, 2006 : 106).
Landasan yang kukuh, sesudah membuat suasana yang mampu mendorong siswa untuk berguru, langkah selanjutnya yang mesti dikerjakan yaitu membuat landasan yang kukuh. Menegakkan landasan yang kukuh dalam pembelajaran Quantum dengan cara : mengkomunikasikan tujuan pembelajaran; mengkukuhkan prinsip-prinsip keunggulan; meyakini kemampuan diri dan kesanggupan siswa; komitmen; kebijakan, prosedur dan peraturan; serta menjaga komunitas belajar tetap berkembang dan berlangsung (Saud dan Suherman, 2006 : 106).
Lingkungan yang mendukung, lingkungan kelas akan berpengaruh terhadap kemampuan siswa dalam memusatkan perhatian dan menyerap berita sebanyak-banyaknya. Dengan demikian, dalam pembelajaran Quantum guru mempunyai kewajiban menata lingkungan yang mampu mendukung situasai berguru dengan cara: mengorganisasikan dan mempergunakan lingkungan sekitar; menggunakan alat bantu yang mewakili satu gagasan; pengaturan deretan siswa; pemutaran musik yang tepat dengan keadaan berguru.
Perancangan pengajaran yang dinamis, disini dibutuhkan kemampuan guru untuk memasuki dunia siswa baik sebelum maupun dikala berlangsungnya pembelajaran dapat menenteng sukses pembelajaran, karena menolong guru menuntaskan pembelajaran lebih singkat, lebih melekat dan lebih memiliki arti dengan hasil berguru yang memuaskan.
B. Kreativitas
Prestasi mencar ilmu siswa banyak dipengaruhi oleh aneka macam aspek, baik berasal dari dirinya (internal) maupun dari luar dirinya (eksternal). Prestasi belajar yang dicapai siswa pada hakekekatnya ialah hasil interaksi antara aneka macam faktor tersebut. Oleh alasannya itu, pengenalan guru terhadap aspek yang mampu menghipnotis prestasi belajar siswa penting sekali artinya dalam rangka membantu siswa mencapai prestasi mencar ilmu yang optimal sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Adapun karakteristik anak dalam mencar ilmu menurut Usman (1993: 11) meliputi: (1) cepat dalam belajar; (2) lambat mencar ilmu; (3) anak yang inovatif; (4) underachiever; dan (4) anak yang gagal (drop-out).
Untuk menyatakan bahwa sebuah proses belajar mengajar dapat dibilang sukses, setiap guru memiliki persepsi masing-masing sejalan dengan folosofinya. Oleh karena itu, sesuai dengan indikator keberhasilan berguru yang dikembangkan sesuai dengan batas-batas persoalan dalam penelitian ini yaitu kreativitas dan hasil belajar siswa meningkat dengan menggunakan pendekatan Quantum Teaching.
Kreativitas sebagai salah satu indikator keberhasilan siswa dalam belajar memegang peranan penting dalam pencapaian keberhasilan pembelajaran. Menurut Usman (1993: 11) siswa yang mempunyai kreativitas dalam pembelajaran akan dikenali dengan menawarkan tingkat kreativitasnya dalam banyak sekali kegiatan. Mereka selalu ingin memecahkan persolan-duduk perkara, berani menanggung resiko yang merepotkan sekalipun, adakala destruktif di samping konstruktif, lebih bahagia melakukan pekerjaan sendiri dan yakin pada diri sendiri.
Dalam acara mencar ilmu mengajar anak yang mempunyai kreativitas lebih mampu memperoleh duduk perkara-dilema dan mampu memecahkannya pula. Oleh sebab itu, guru perlu memberi peluang yang seluas-luasnya terhadap siswa sehingga talenta dan minatnya dapat berkembang sesuai dengan kesempatanyang dimilikinya.
C. Kurikulum IPS SD
Kurikulum pendidikan di Indonesia berdasarkan Kunandar (2007 : sudah menerapkan enam kurikulum, ialah:
Kurikulum 1968, kurikulum 1975, kurikulum 1984, kurikulum 1994, kurikulum 2004 atau Kurikulum Berbasis Kompetensi (belum sempat disyahkan pemerintah walaupun sempat berlaku di beberapa sekolah proyek percontohan), dan terakhir Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang dikeluarkan pemerintah lewat Permendiknas Nomor 22 wacana Standar Isi dan Permendiknas Nomor 23 wacana Standar Kompetensi Lulusan dan Permendiknas Nomor 24 tentang Pelaksanaan kedua Permen tersebut.
Perubahan kurikulum tersebut juga termasuk di dalamnya perubahan kurikulum Ilmu Pengetahuan Sosial untuk tingkat SD. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan revisi dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang tidak sempat disyahkan pemerintah. Kurikulum Berbasis Kompetensi ini ada yang menyebut sebagai kurikulum 2004 alasannya adalah kurikulum ini bergulir mulai tahun 2004.
1. Pengertian Pembelajaran IPS
Ilmu Pengetahuan Sosial seperti halnya Ilmu Pengetahuan Alam, Matematika, dan Bahasa Indonesia ialah bidang studi yang diajarkan di SD. Dengan demikian, Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) sebagai bidang studi mempunyai garapan yang dipelajari cukup luas. Bidang garapan itu meliputi gejala-tanda-tanda dan problem kehidupan insan di penduduk . Bidang garapan yang dipelajari IPS berkenaan dengan tanda-tanda dan persoalan kehidupan masyarakat buka pada teori dan keilmuannya, melainkan pada kenyataan kehidupan kemasyarakatan. Dari tanda-tanda dan persoalan sosial tadi ditelaah, dianalisa aspek-faktornya, sehingga mampu dirumuskan jalan pemecahan masalahnya.
Menurut Ischak (2004 : 1.36) pemahaman IPS yaitu bidang studi yang mempelajari, menelaah, menganalisis tanda-tanda dan dilema sosial di penduduk dengan meninjau dari berbagai faktor kehidupan atau satu perpaduan.
Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) menurut Subroto, dkk. (2004 : 4.6) yaitu mata pelajaran yang mempelajari kehidupa sosial yang didasarkan pada materi kajian geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, tata negara dan sejarah.
Lebih lanjut Subroto, dkk., menjelaskan tentang Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang diajarkan di SD.
IPS yang diajarkan di Sekolah Dasar terdiri atas dua bahan kajian pokok: wawasan sosial dan sejarah. Bahan kajian pengetahuan sosial; mencakup lingkungan sosial, ilmu bumi, ekonomi dan pemerintahan. Bahan kajian sejarah mencakup perkembangan masyarakat Indonesia sejak periode lampau hingga kurun sekarang (Subroto, dkk., 2004 : 4.6).
Sistrunk Masson (dalam Sapriya, dkk. (2006 : 6) mengartikan Ilmu Pengetahuan selaku suatu pengajaran yang membimbing para pemuda pemudi kearah menjadi warga Negara yang cerdas, hidup fungsional, efektif, produktif dan berguna.
Frasser and West (dalam Sumantri (2001) dalam Sapriya, 2006 : 6) membedakan pengertian “social science” dan “social studies”. Social Science Education (Pendidikan IPS) sebagai berikut:
“The social science area systematically organized, scholarly bodies of knowledge that have been built up through intellectual inquiry and planned research. The social studies, on the other hand, consist of materials selected from the social science and organized for instruction of children and youth. The distinction is between logically structured bodies of scholarly content and psychologically structured selection of instructional content (Frasser and West, 1961.rev 1981 : 15-20).
Berkenaan dengan Ilmu sosial, Norma Mackenzie (1975) (dalam Ischak, 2004: 1.31) mengemukakan bahwa ilmu sosial yakni semua ilmu yang berkenaan dengan insan dalam konteks sosialnya atau dengan kata lain adalah semua bidang ilmu yang mempelajari manusia sebagai anggota masyarakat.
Dengan demikian mampu disimpulkan bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial yaitu bidang studi yang mempelajari dan menelaah gejala dan persoalan sosial di penduduk ditinjau dari aneka macam aspek kehidupan secara terpadu. Antara Ilmu Pengetahuan Sosial dengan Ilmu Sosial tidak ada perbedaan yang fundamental alasannya adalah IPS sama dengan Studi Sosial.
2. Tujuan Pembelajaran IPS
Dalam upaya merealisasikan pembangunan nasional di bidang pendidikan berdasarkan Ischak (2004: 1.41) diharapkan :
Peningkatan dan penyempurnaan penyelenggaraan pendidikan nasional, yang diadaptasi dengan pertumbuhan ilmu pengertahuan dan teknologi, perkembangan penduduk , keperluan pembangunan serta perubahan ekonomi dan peta politik global. Lebih lanjut Ischak menjelaskan oleh alasannya adalah itu, penyelenggaraan pendidikan mesti jelas arah dan tujuan yang ingin diraih.
Numan Sumantri (2001) (dalam Sapriya, dkk., (2006 : 11) mengemukakan bahwa pada dasarnya terdapat 4 (empat) usulan tujuan pembelajaran IPS di tingkat persekolahan, ialah:
(1) mendidik para siswa menjadi ahli ekonomi, politik, hukum, sosiologi dan pengetahuan lainnya, (2) menumbuhkan warga negara yang baik, (3) simplikasi dan distilasi dari banyak sekali ilmu sosial untuk kepentingan pendidikan dan (4) untuk mempelajari bahan pelajaran yang sifatnya “tertutup” close area (Sumantri dalam Sapriya, dkk, 2006 : 11).
Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) bertujuan membentuk warga negara yang berkemampuan sosial dan percaya akan kehidupannya sendiri ditengah-tengah kekuatan fisik dan sosial, yang pada gilirannya akan menjadi warga negara yang bagus dan bertanggung jawab (Ischak, 2004 : 1.42).
Dengan demikian mampu ditarik kesimpulan bahwa tujuan pengajaran IPS adalah (1) membentuk warga negara yang berkemampuan sosial, (2) menjadi warga negara yang bagus dan bertanggung jawab, (3) mempunyai iman akan kehidupannya sendiri ditengah-tengah kekuatan fisik dan sosial, (4) mengembangkan wawasan berpikir yang reflektif atas dasar kesadaran diri, sosial dan pengalaman budaya sesuai dengan tingkat perkembangan peserta bimbing, dan (5) memfasilitasi proses pengalihan diri antara yang mereka pelajari di sekolah dengan dunia faktual di mana mereka menjalani kehidupan.
3. Karakteristik Pembelajaran IPS
Ciri utama atau karakteristik pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial menurut Kosasih (dalam Sapriya, dkk, 2006 : 8) adalah sebagai berikut:
1. IPS berusaha mempertautkan teori ilmu dengan fakta atau sebaliknya (menelaah fakta dari sisi ilmu)
2. Penelaahan dan pembahasan IPS tidak cuma dari satu bidang disiplin ilmu saja, melainkan bersifat komprehensif (meluas/dari berbagai ilmu sosial dan yang lain, sehingga aneka macam konsep ilmu secara terintegrasi (terpadu) digunakan untuk menelaah persoalan/tema/topik. Pendekatan mirip ini disebut juga sebagai pendekatan integrated, juga memakai pendekatan broadfield, dan multiple resources (banyak sumber).
3. Mengutamakan peran aktif siswa lewat proses belajar mengajar inquiri semoga siswa bisa menyebarkan berpikir kritis, rasional dan analitis.
4. Program pembelajaran disusun dengan mengembangkan/menghubungkan bahan-materi dari aneka macam disiplin ilmu sosial dan yang lain dengan kehidupan positif di penduduk , pengalaman , permasalahan, kebutuhan dan memproyeksikannya kepada kehidupan di kurun depan baik lingkungan fisik/alam maupun budayanya.
5. IPS dihadapkan secara konsep dan kehidupan sosial yang sungguh labil (mudah berganti), sehingga titik berat pembelajaran yakni terjadinya proses internalisasi secara mantap dan aktif pada diri siswa semoga siswa mempunyai kebiasaan dan kemahiran untuk menelaah persoalan kehidupan aktual pada masyarakatnya.
6. IPS Mengutamakan hal-hal, arti dan penghayatan kekerabatan antarmanusia yang bersifat manusiawi.
7. Pembelajaran tidak hanya memprioritaskan wawasan semata, juga nilai dan keterampilannya.
8. Berusaha untuk membuat puas setiap siswa yang berlawanan lewat program maupun pembelajarannya dalam arti memperhatikan minat siswa dan duduk perkara-masalah kemasyarakatan yang bersahabat dengan kehidupannya.
9. Dalam pengembangan Program Pembelajaran senantiasa melaksanakan prinsip-prinsip karakteristik (sifat dasar) dan pendekatan-pendekatan yang menjadi ciri IPS itu sendiri.
D. Kerangka Berpikir
Proses mencar ilmu mengajar yakni fenomena yamg kompleks. Segala sesuatunya memiliki arti, setiap kata, asumsi, langkah-langkah dan asosiasi-dan sampai sejauh mana Anda menggubah lingkungan, presentasi, dan desain pengajaran, sejauh itu pula proses belajar berlangsung (Lozanov dalam Porter, 2000 : 3).
Istilah Quantum dapat diartikan selaku interaksi yang mengganti energi menjadi cahaya. Dengan demikian, Quantum Teaching ialah penggubahan bermacam-macam interaksi yang ada di dalam dan di sekitar momen belajar. Interaksi-interaksi ini mengganti kesanggupan dan bakat alamiah siswa menjadi cahaya yang hendak bermanfaat bagi mereka sendiri dan bagi orang lain (Porter, 2000 : 5). Sedangkan pengertian Quantum dalam kamus bahasa Inggris diartikan selaku jatah atau banyaknya persediaan. Sedangkan pengertian Teaching artinya mengajar. Dengan demikian, Quantum Teaching dapat diartikan selaku cara mengajar yang dengan banyaknya persediaan atau jatah yang ada pada diri siswa. Dengan kata lain, Quantum Teaching adalah suatu metodologi pembelajaran yang berusaha memaksimalkan seluruh kesempatanyang dimilkiki siswa dengan meksimalkan seluruh momen mencar ilmu menjadi suatu keberhasilan pembelajaran.
Namun pada faktanya, guru kesulitan dalam merancang atau merancang suatu pembelajaran yang mampu memaksimalkan potensi dan kreativitas siswa. Pembelajaran menjadi kurang aman, pembelajaran menjadi membosankan , monoton, dan karenanya target pembelajaran tidak tercapai.
Pertanyaan yang muncul lalu, apa yang sebaiknya dilakukan oleh guru melihat kenyataan seperti ini? Guru sesuai dengan kemampuan profesionalnya mesti berupaya memberbaiki tata cara pembelajaran. Salah satunya yakni dengan melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas. Penelitian langkah-langkah kelas ini mampu dilakukan kapan saja? Tatkala guru menghadapi persoalan pembelajaran di kelas, seharusnya guru secepatnya mendesain suatu observasi yang berbasis penelitian langkah-langkah kelas. Sedangkan pendekatan yang dipakai mampu diseleksi sendiri oleh guru sesuai dengan tingkat pengertian siswa dan diadaptasi dengan karakteristik mata pelajaran yang disampaikan kepada siswa.
E. Hipotesis Tindakan
Hipotesis ialah jawaban sementara kepada duduk perkara penelitian yang kebenarannya masih harus dibuktikan oleh peneliti (Engkoswara, 1994 : 83). Sedangkan menurtut Arikunto (1993 : 17) hipotesis ialah kebenaran sementara yang ditentukan oleh peneliti namun masih harus dibuktikan, dites ataupun diuji kebenarannya. Pada padasrnaya kedua pendapat pakar di atas yaitu sama bahwa hipotesis adalah jawaban sementara yang mesti dibuktikan melalui penelitian.
Atas dasar pernyataan di atas, penulis merumuskan hipotesis observasi sebagai berikut: “penerapan pendekatan Quantum Teaching akan meningkatkan kreativitas dan hasil berguru siswa dalam konsep sumber daya alam pada pembelajaran IPS di SD”.
BAB III METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Penelitian pada hakekatnya merupakan pembuktian dari hipotesis. Dalam pelaksanaan mencapai tujuan diperlukan sistem yang tepat. Demikian pula dalam penelitian ini, penulis akan memakai sistem Penelitian Tindakan Kelas (PTK), penulis memilih sistem ini karena dalam pelaksanaannya membutuhkan langkah-langkah yang komprehensif terhadap seluruh unsur yang terlibat dalam kegiatan berguru mengajar, sehingga diperoleh sesuatu hasil atau penyelesaian berupa pemecahan dilema. Hasil itulah yang mau memastikan bagaimana relasi kausal antara siklus-siklus yang diselidiki.
Kemmis dan McTaggart (dalam Depdiknas, 2003 : 7), mendefinisikan bahwa yang dimaksud dengan PTK yaitu sebuah bentuk refleksi diri kolektif yang dilakukan oleh akseptor-pesertanya dalam suasana sosial untuk memajukan akal sehat dan keadilan praktik-praktik itu dan kepada suasana tempat dikerjakan praktik-praktik tersebut.
Depdiknas (2003: 8) memaparkan bahwa yang dimaksud dengan Penelitian Tindakan Kelas, ialah selaku berikut:
PTK adalah sebuah observasi yang dikerjakan secara sistematis terhadap aneka macam tindakan yang dijalankan oleh guru yang sekaligus selaku peneliti, semenjak disusunnya suatu perencanaan sampai dengan penilaian terhadap langkah-langkah konkret di dalam kelas yang berupa kegiatan mencar ilmu-mengajar, untuk memperbaiki kondisi pembelajaran yang dilaksanakan (Depdiknas, 2003 : 8).
Menurut Hardjodipuro (dalam Depdiknas, 2003 : 7) diungkapkan bahwa Penelitian Tindakan Kelas atau Classroom Action Research yaitu suatu pendekatan untuk memperbaiki pendidikan melalui pergeseran, dengan mendorong para guru untuk memperbaiki pendidikan lewat perubahan dengan mendorong para guru untuk mempertimbangkan praktik mengajarnya sendiri, supaya kritis terhadap praktik tersebut, dan agar mau untuk menggantinya.
Berdasarkan pada pendapat para hebat di atas, penulis mampu menarik kesimpulan bahwa Penelitian Tindakan Kelas adalah suatu penelitian yang sistematis, logis, positif dan akurat kepada tindakan yang dilaksanakan guru dalam proses mencar ilmu mengajar untuk meningkatkan hasil mencar ilmu dan memperbaiki keadaan pembelajaran yang dijalankan guru.
Dengan dilaksanakannya Penelitian Tindakan Kelas oleh guru, ini memiliki arti bahwa guru juga berkedudukan sebagai peneliti, yang selalu bersedia memajukan kualitas kesanggupan mengajarnya. Upaya peningkatan kualitas tersebut diharapkan dilakukan secara sistematis, realistis, dan rasional, yang disertai dengan meneliti aktivitasnya di depan kelas sehingga gurulah yang tahu persis kekurangan dan kelebihannya dari seluruh acara pembelajaran yang dilaksanakannya.
Ada beberapa alasan mengapa Penelitian Tindakan Kelas (PTK) penulis pilih sebagai metode penelitian pada penerapan pembelajaran kontekstual yang menjadi konsentrasi kajian dalam observasi ini, yakni:
(1) PTK sungguh aman untuk membuat guru menjadi peka dan tanggap kepada dinamika pembelajaran di kelas; (2) PTK mampu memajukan kinerja guru; (3) guru mampu memperbaiki proses pembelajaran lewat suatu kajian yang dalam terhadap apa yang terjadi di kelasnya; (4) Pelaksanaan PTK tidak mengganggu peran pokok seorang guru karena dia tidak perlu meninggalkan kelasnya; dan (5) guru menjadi kreatif sebab selalau dituntut untuk melaksanakan upaya-upaya inovasi selaku implementasi dan pembiasaan banyak sekali teori dan teknik pembelajaran serta materi didik yang dipalkainya (Depdiknas, 2003 : 9).
Penelitian Tindakan Kelas sungguh sempurna untuk digunakan dalam pembelajaran Quantum Teaching untuk mengembangkan hasil pembelajaran Sumber Daya Alam pada mata pelajaran IPS di Sekolah Dasar.
Dalam upaya mendapatkan fakta real perihal pendekatan pembelajaran Quantum Teaching dalam observasi ini, penulis menggunakan model Penelitian Tindakan Kelas yang dikembangkan oleh Stephen Kemmis dan MacTaggart. Model yang dikembangkan oleh kedua hebat ini menyebarkan empat komponen Penelitian Tindakan Kelas yang meliputi; (1) perencanaan (rencana); (2) agresi/tindakan (acting); (3) pengamatan (observing); dan (5) refleksi (reflecting).
Model Penelitian Tindakan Kelas yang dikembangkan Kemmis dan McTaggart, ada beberapa kegiatan atau langkah yang dijalankan sesudah sebuah siklus akhir diimplementasikan, utamanya sehabis adanya refleksi, lalu dibarengi dengan adanya penyusunan rencana ulang (replanning) atau revisi terhadap implementasi siklus sebelumnya. Selanjutnya, berdasarkan perencanaan ulang (replanning) tersebut dilakukan dalam siklus tersendiri. Demikian untuk seterusnya, satu siklus diikuti dengan siklus selanjutnya. Sehingga Penelitian Tindakan Kelas yang dikembangkan Kemmis dan McTaggart mampu dilakukan dengan berulang kali siklus. Pada kegiatan refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan atas hasil atau imbas dari tindakan dari aneka macam criteria. Berdasarkan hasil refleksi ini, peneliti bantu-membantu guru melakukan revisi atau perbaikan terhadap planning awal.
Untuk mendapatkan citra yang lebih lengkap dan menyeluruh terhadap tindakan kegiatan yang dilaksanakan pada Model Kemmis dan McTaggar, penulis paparkan selengkapnya sebagai berikut:
(a) Rencana (Planning): Rencana yang mau dijalankan untuk memperbaiki, memajukan atau mengubah perilaku serta sikap sebagai penyelesaian atau pemecahan dilema.b) Tindakan (Action): Tindakan apa yang hendak dikerjakan oleh guru sebagai peneliti untuk menyelenggarakan perbaikan, perubahan dalam upaya mengembangkan mutu dan hasil pembelajaran (c) Observasi (Observinng): Mengamati secara seksama atas dampak dari tindakan yang dijalankan atau dikenakan kepada metode pembelajaran Quantum Teaching; (d) Refleksi (Reflecting) : Penelitian diarahkan untuk mengkaji, melihat atas dampak dan hasil dari langkah-langkah dari aneka macam sudut penilaian sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Didasarkan pada hasil repleksi, peneliti dan para guru secara bersama-sama melaksanakan perbaikan terhadap penyusunan rencana dan implementasi langkah-langkah yang telah dijalankan.
B. Teknik Penelitian
Dalam menghimpun dan mengolah data, penulis memakai aneka macam teknik observasi untuk mendapatkan atau mencoba mendapatkan data penelitian.Teknik observasi yang digunakan ialah telaah pustaka, pengamatan, dan teknik pemecahan masalahan atau duduk perkara solving.
Pelaksanaan observasi penulis, awali dengan mengidentifikasi masalah yang timbul dalam proses pembelajaran Sumber Daya Alam dengan menggunakan pendekatan Quantum Teaching. Kegiatan ini dilaksanakan pada tahap pra siklus, untuk berikutnya fakta urusan tersebut diidentifikasi dengan menggunakan tindakan berdasarkan langkah-langkah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) versi Kemmis dan McTaggart. Penggunaan PTK model Kemmis dan McTaggart, penulis berasumsi model ini gampang diketahui dan tindakan kegiatannya terang. Langkah-langkah kegiatan yang penulis rancang sesuai dengan siklus langkah-langkah perbaikan yang dikembangkan Kemmis dan McTaggart, adalah selaku berikut:
1. Pra Siklus
Pada aktivitas pra siklus ini, bantu-membantu penulis/peneliti belum mempunyai planning langkah-langkah, sebab dalam acara ini peneliti hanya mengobservasi atau mengamati jalannya proses pembelajaran tentang desain Sumber Daya Alam pada pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial ditinjau berdasarkan keadaan kelas serta kondisi faktual kegiatan pembelajaran yang sedang berlangsung di kelas.
Pada acara pra siklus ini, peneliti melihat jalannya pembelajaran yang dikerjakan guru terlihat kaku, monoton dan membosankan. Pembelajaran tidak menunjukkan keterlibatan siswa secara aktif, guru masih memakai sistem tradisional. Guru lebih lebih banyak didominasi, sementara siswa cuma mencatat pelajaran yang didiktekan oleh guru.
Melihat penomena pembelajaran pada tahap pengamatan, peneliti berikutnya melaksanakan tahapan kegiatan refleksi. Pada tahap repleksi ini, peneliti bersama para guru dan kepala SD mendiskusikan data dan fakta yang diperoleh pada ketika acara pengamatan dengan cara menganalisis urusan, menginterpretasikan data dan lalu menciptakan rencana untuk menindaklanjuti hal-hal yang diperoleh pada waktu aktivitas pengamatan. Data tersebut dilengkapi dengan hasul angket yang disebarkan terhadap siswa pada final proses pembelajaran.
Berdasarkan hasil diskusi antara peneliti, guru-guru dan kepala sekolah, alhasil disepakati untuk menggunakan pendekatan Quantum Teaching dalam pembelajaran Sumber Daya Alam pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Kelas IV Sekolah Dasar yang menjadi objek kajian.
Peneliti mempunyai harap besar bahwa penggunaan tata cara QuantumTeaching pada pembelajaran Sumber Daya Alam siswa akan terlibat secara aktif, bersemangat dan efektif, sehingga proses pembelajaran dapat melibatkan siswa secara aktif kreatif, efektif dan mengasyikkan.
2. Siklus I
a) Perencanaan
Berdasarkan hasil diskusi pada tahap refleksi dalam aktivitas pra siklus, disepakati untuk menyusun suatu perencanaan acara, selaku berikut:
1) Menyiapkan alat dan materi yang mau dipakai dalam proses pembelajaran Sumber Daya Alam;
2) Guru merencanakan penggunaan tata cara Quantum Teaching dalam pembelajaran Sumnber Daya aalam dan siswa mesti terlibat secara aktif selama proses pembelajaran berlangsung;
3) Peneliti menciptakan daftar pertanyaan untuk wawancara dengan guru kelas IV SD selaku responden;
4) Peneliti dan guru kelas IV menciptakan daftar analisis portofolio hasil mencar ilmu Ilmu Pengetahuan Sosial yang didokumentasikan dalam bentuk portofolio.
5) Peneliti menyiapkan aliran observasi untuk guru dan siswa; dan
6) Memeriksa hasil penilaian siswa pada pembelajaran yang baru diobservasi.
b) Tindakan
Pada tahap ini guru, mulai melakukan tindakan yang telah dijadwalkan pada tahap perencanaan.
1) Penulis menyusun daftar pertanyaan untuk wawancara dengan guru kelas IV Sekolah Dasar;
2) Guru menyusun data perihal hasil belajar IPS;
3) Guru menganalisis hasil berguru selaku bahan refleksi pembelajaran;
4) Guru melakukan pembelajaran IPS di kelas IV SD pada pokok bahasan Sumber Daya Alam menggunakan metode pembelajaran Quantum Teaching;
5) observer mengamati secara cermat aktivitas guru dan siswa dengan menggunkan ajaran pengamatan; dan
6) observer mengidentifikasi aktifitas pembelajaran dan mencatat dengan teliti setiap poin yang terlihat sesuai dengan data yang timbul dalam pembelajaran;
7) Peneliti dan observer menyelidiki hasil belajar siswa sehabis pembelajaran berakhir.
c) Observasi
Pada tahap ini peneliti memperhatikan proses pembelajaran IPS yang berlangsung di kelas dengan menggunakan ajaran pengamatan. Aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran diperhatikan secara cermat, termsuk kelemahan dan kelemahan yang muncul ketika guru melakukan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan sistem Quantum Teaching. Data ihwal kelemahan dan kekurangan guru dalam acara pembelajaran pada siklus I, dijadikan pola pertimbangan bahan refleksi dan perbaikan pada kegiatan siklus berikutnya.
d) Refleksi
Pada kegiatan refleksi, peneliti bareng guru berdiskusi kembali perihal hasil yang diperoleh pada tahap observasi, kemudian berusaha dengan cermat mengkaji kegiatan pembelajaran yang tidak cocok dan masih terdapat kelemahan atau kelemahan untuk diperbaiki pada langkah berikutnya dalam siklus kedua.
3. Siklus II
Siklus kedua dijalankan selaku upaya perbaikan pada langkah-langkah hasil observasi pada siklus pertama. Siklus kedua penulis susun dengan tindakan sebagai berikut:
a) Perencanaan
Peneliti menyiapkan sebuah langkah-langkah yang mampu memperbaiki serta menanggulangi kekurangan-kelemahan yang terjadi pada siklus I sehingga diperoleh hasil yang lebih baik sesuai dengan tujuan penelitian yang sudah ditetapkan.
1) Peneliti menciptakan pemikiran wawancara untuk guru dan siswa;
2) Peneliti menyusun ajaran observasi untuk guru dan siswa;
3) Peneliti dan guru menyusun dan merevisi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran pada pokok bahasan Sumber Daya Alam;
4) Guru dibantu peneliti, menyiapkan alat peraga dan fasilitas penunjang pembelajaran yang lain yang diperlukan;
5) Guru menunjukkan motivasi dan penguatan terhadap siswa selama proses pembelajaran; dan
6) Peneliti dan guru menilik hasil evaluasi berguru siswa.
b) Tindakan
Pada tahap tindakan, guru melakukan kegiatan sesuai dengan rencana yang sudah disusun pada tahap penyusunan rencana.
1) Guru mempraktekan aktivitas pembelajaran dengan berpedoman pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran hasil perbaikan pada pokok bahasan Sumber Daya Alam dengan memakai metode Quantum Teaching;
2) Peneliti mengamati dengan teliti acara mencar ilmu mengajar dengan menggunakan pedoman observasi;
3) Peneliti menyelenggarakan wawancara dengan guru dan salah seorang siswa selaku perwakilan siswa tentang proses pembelajaran dengan menggunakan sistem Quantum Teaching yang sudah dilaksanakan; dan
4) Peneliti dan guru menilik dan menginterpretasikan data hasil berguru siswa.
c) Observasi
Pada tahap pengamatan, peneliti memperhatikan aktivitas mencar ilmu mengajar siswa dan guru dengan mencatat hal-hal yang belum dijalankan guru dan belum tercerminnya secara maksimal sistem Quantum dalam pembelajaran. Hal-hal yang belum dijalankan guru dan siswa pada siklus kedua akan dijadikan materi refleksi untuk perbaikan pada siklus ketiga.
d) Refleksi
Peneliti dan guru menyelenggarakan diskusi perihal proses pembelajaran yang sudah dilaksanakan dan membahas kekurangan dan kekurangan yang didapatkan pada pembelajaran siklus kedua. Peneliti dan guru mengecek temuan-temuan yang dihasilkan lewat pengamatan yang berkaitan dengan aktivitas guru dan siswa. Selanjutnya, merumuskan langkah-langkah gres jika masih dibutuhkan.
4. Siklus III
Siklus ketiga merupakan langkah lanjutan dari hasil penilaian dan usulan pada siklus kedua. Siklus ketiga dilakukan dengan tindakan acara yang serupa dengan siklus kedua, yang mencakup:
a) Perencanaan
1) Peneliti menciptakan daftar wawancara untuk guru dan siswa;
2) Peneliti dan guru menyusun kembali RPP perbaikan ;
3) Peneliti membantu guru menyiapkan alat peraga dan sarana pembelajaran;
4) Peneliti menyusun kembali pemikiran pengamatan untuk guru dan siswa; dan
5) Peneliti dan guru mengusut hasil penilaian belajar siswa.
b) Tindakan
1) Peneliti dan guru serta kepala sekolah berdiskusi untuk memilih langkahn pembelajaran yang hendak dikerjakan pada siklus ketiga;
2) Guru melaksanakan Kegiatan belajar mengajar sesui dengan RPP dan Renpel hasil perbaikan pada pokok bahasan Sumber Daya Alam dengan memakai sistem Quantum Teaching.
3) Peneliti memperhatikan dengan seksama acara KBM yang dilakukan guru dengan memakai ajaran observasi; dan
4) Peneliti dan guru memeriksa hasil evaluasi mencar ilmu siswa.
c) Observasi
Pada kegiatan observasi, peneliti memperhatikan dengan cermat acara mencar ilmu mengajar guru dan siswa serta mencatat dengan cermat kekurangan dan kekurangan serta keunggulan serta keunggulan dari penggunaan tata cara Quantum Teaching pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial sesuai dengan rencana yang sudah disusun pada siklus ketiga.
d) Refleksi
Kegiatan refleksi pada siklus ketiga dikerjakan untuk mencerminkan keunggulan dan efektivitas dari pelaksanaan penggunaan sistem Quantum Teaching. Hasil kegiatan yang konkret dan dinilai berhasil direkomendasikan untuk dipakai pada pembelajaran selanjutnya dengan pokok bahasan yang berlainan.
C. Subyek dan Lokasi observasi
Subyek utama dalam penelitian ini yakni kegiatan pembelajaran Sumber Daya Alam dengan memakai tata cara Quantum Teaching di kelas IV SD dengan jumlah siswa laki-laki 15 dan siswa wanita 17 dengan jumlah total 32 siswa.
Kegiatan penelitian dikerjakan di kelas IV Sekolah Dasar pada agenda pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial dengan pokok bahasan Sumber Daya Alam pada jam ke 3 dan ke 4. Yang menjadi usulanpeneliti memutuskan SD sebagai lokasi atau kawasan observasi ialah letaknya yang strategis, sekaligus sebagai tempat mengajar peneliti serta izin dan penerimaan yang terbuka dari seluruh guru dan kepala sekolah.
D. Instrumen Penelitian
Arikunto (1999: 173) mengemukakan bahwa “instrumen yaitu alat pada waktu peneliti memakai tata cara”. Dalam observasi ini, penulis memakai beberapa instrumen, seperti tes tertulis, wawancara, dan pengamatan.
1. Tes Tertulis
Tes tertulis dalam penelitian ini yakni tes yang diberikan untuk mengenali tingkat daya serap siswa terhadap materi pembelajaran pada rancangan Sumber Daya Alam. Dari hasil tes akan ditemukan data real tentang kemampuan siswa dan keberhasilan guru dalam pembelajaran
2. Wawancara
Teknik wawancara penulis pakai untuk mengetahui tentang tanggapandan reaksi siswa kepada proses pembelajaran yang dilakasanakan.
3. Observasi
Kegiatan pengamatan dilakukan untuk memperhatikan secara cermat dan langsung kepada objek dan subjek penelitian untuk mendapatkan gambaran yang nyata tentang aktivitas pembealajaran yang dikerjakan.
4. Dokumentasi
Dokumentasi pada pelaksanaannya yaitu mendokumentasikan setiap moment acara pembelajaran Quantum Teaching lewat foto acara. Untuk itu, dalam penelitian ini penulis menggunakan kamera untuk mendokumentasikan kegiatan belajar mengajar yang berlangsung di kelas.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Didasarkan pada data, fakta dan hasil temuan pada penelitian langkah-langkah kelas dengan menggunakan pendekatan Quantum Teaching dalam memajukan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di kelas IV SD , penulis dapat menyimpulkan selaku berikut:
1) Penerapan pembelajaran Quantum Teaching pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di kelas IV Sekolah Dasar cukup efektif dan mampu dipraktekkan dalam acara pembelajaran di kelas. Hal ini tampakdari hasil penelitian, siswa sungguh bergairah, siswa lebih aktif, dan inovatif dalam mengikuti pembelajaran. Kelas terlihat aman, hasil pembelajarannya menawarkan kenaikan dan hasil belajar yang memberikan peningkatan yang tinggi.
2) Hasil pembelajaran menunjukkan kenaikan yang signifikan. Peningkatan terjadi pada setiap tahap siklus yang dilaksanakan mulai dari angka yang melampaui batas sekurang-kurangnyaketuntasan mencar ilmu pada siklus pertama dan terus berkembangpada siklus-siklus selanjutnya. Ini bertarti penerapan pembelajaran dengan memakai pendekatan Quantum Teaching pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di kelas IV SD cukup sukses. Nilai siklus kesatu meraih nilai 62,50, siklus kedua mencapai nilai 75,50 dan pada siklus ketiga mencapai nilai 78,50. Perubahan dan kenaikan nilai ini cukup tinggi sehingga dapat dibilang adanya pergeseran yang signifikan, baik pada tingkat kreativitas, kegiatan KBM maupun pada hasil tamat pembelajaran.
B. Saran-usulan
Berdasarkan hasil temuan observasi dan refleksi yang sudah dilakukan, penulis memiliki beberapa saran sebagai berikut:
1. Para guru hendaknya mempunyai keahlian dalam menentukan dan menerapkan tata cara, teknik dan pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan kreativitas, acara dan hasil belajar siswa;
2. Dalam memperlihatkan pengajaran IPS hendaknya guru memakai pendekatan Quantum Teaching;
3. Kepala Sekolah hendaknya memberi peluang dan terus mendorong para guru untuk meningkatkan dan mengembangkan wawasan dan kemampuannya dalam melaksanakan pembelajaran;
4. Perlu adanya pembninaan prefesional yang terprogram dengan baik untuk memajukan profesiolaisme guru sesuai dengan amanat Undang-undang guru dan Dosen Nomor 14 tahun 2005.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. (1996). Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta .
Arikunto Suharsimi, Suharjono dan Supardi. (2006). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Bobbi De Porter dan Hernarchi M (2000). Quantum Learning (Terjemahan). Bandung : Kaifa
Bobbi De Porter, Mark Reardon dan Sarah Singer Nouri (2000). Quantum Teaching (Terjemahan). Bandung : Kaifa.
Depdikbud. (1989). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Dryden, Gordon dan Vos Jeannette (2000) Revolusi Cara Belajar (The Learning Revolution). Terjemahan. Bandung : Kaifa.
Emzir. (2008). Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif & Kualitatif. Jakarta: Grafindo.
Engkoswara, dkk. (1994). Pedoman Penyusunan Karya Ilmiah Untuk Angka Kredit Guru SD. Bandung : Karang Sewu.
Hatimah, Ihat, dkk. (2007). Penelitian Pendidikan. Bandung: UPI Press.
Ischak, SU., dkk. (2004) Pendidikan IPS di SD. Jakarta : Universitas Terbuka.
Mastur, dkk. (2004). Pengetahuan Sosial untuk Sekolah Dasar Kelas IV. Semarang: Aneka Ilmu.
Meier, Dave (2005). The Accelerated Learning Hand Book. (Terjemahan) Bandung: Kaifa.
Rukmana, Ade dan Suryana, Asep. ( 2006). Pengelolaan Kelas. Bandung: UPI Press.
Saud, Udin Saefudin dan Suherman, Ayi. (2006). Inovasi Pendidikan. Bandung: UPI Press.
Semiawan. (1990) Memupuk Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah. Bandung : Rosdakarya.
Semiawan. (2002). Pembelajaran Pada Taraf Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta : Perhalindo.
Sudjana, Nana. (1995). Tuntunan Penyusunan Karya Ilmiah. Bandung : Karang Sewu.
Suhardjono (2006) Laporan Penelitian Sebagai KTI, Makalah pada Pelatihan Peningkatan Mutu Guru dalam Pengembangan Profesi di Pusdiklat Diknas Sawangan, Jakarta, Februari 2006.
Suhardjono, Azis Hoesen, dkk. (1996). Pedoman Penyusunan Karya Tulis Ilmiah di Bidang Pendidikan dan angka Kredit Pengembangan Profesi Widyaswara. Jakarta: Depdikbud, Dikdasmen.
Tarmedi, Eded. (2007). Sumber Daya dan Kesejahteraan Masyarakat. Bandung. UPI Press.
Yufiarti. (2003). Mengembangkan Kreativitas Anak di Sekolah Dasar. (Majalah Fasilitator Edisi IV Tahun 2003). Jakarta: Dikdasmen.
Wojowasito, S. dan Wasito, Tito. (1980). Kamus Lengkap Indonesia –Inggris dan Inggris –Indonesia dengan Ejaan yang Disempurnakan. Jakarta : Hasta.
Sumber https://forumgurunusantara.blogspot.com
EmoticonEmoticon