Minggu, 19 April 2020

Pengertian Prestasi Belajar Siswa Dan Aspek Yang Menghipnotis

Pengertian Prestasi Belajar Siswa

 1.      Pengertian Prestasi Belajar Siswa
Salah satu manipestasi dari masalah pendidikan, ialah aktivitas yang disebut dengan “berguru”. Belajar yaitu key term (istilah kuno) yang paling vital dalam setiap perjuangan pendidikan, sehingga tanpa berguru bekerjsama tidak ada pendidikan. Perubahan dan kesanggupan untuk berganti, ialah batasan dan makna yang terkandung dalam berguru. 
Namun demikian, tidak semua perubahan yang terjadi pada diri seseorang mampu dikatakan bahwa orang tersebut telah berguru. Menurut Hamalik, dalam buku Metode Belajar dan Kesulitan-kesusahan Belajar, (1983L21) bahwa berguru yakni suatu bentuk pertumbuhan atau pergeseran dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara berperilaku laku yang gres berkat pengalaman dan latihan.
Selain itu, mencar ilmu ialah kepentingan bagi siapa pun, alasannya adalah dengan belajar kita akan mendapatkan pengetahuan, kemampuan dan keahlian yang mampu digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam lingkungan sekolah, proses berguru dilaksanakan oleh siswa dengan melalui bimbingan guru guna mendapatkan ilmu wawasan dan kemampuan dengan bertambahnya pengetahuan dalam diri siswa, semoga dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari di penduduk kelak.
Untuk mengetahui sampai di mana prestasi yang sudah dicapai oleh seorang siswa dalam mencar ilmu, maka mesti dilakukan penilaian. Evaluasi ialah tolok ukur atau tolak ukur bagi guru untuk mengetahui prestasi siswa dalam berguru.
Prestasi berguru menurut Arifin (1991:2) berasal dari dua suku kata, adalah prestasi dan berguru. Kata prestasi berasal dari bahasa Belanda adalah prestatie, dan kemudian dibakukan ke dalam bahasa Indonesia menjadi prestasi, yang artinya hasil usaha. Sedangkan Mas’ud Hasan, mengartikan prestasi yakni selaku apa yang telah dapat diciptakan dari hasil pekerjaan, hasil menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan melakukan pekerjaan .
Menurut Tabrani Rusyan (1993:19), bahwa prestasi adalah sebuah bukti keberhasilan usaha yang diraih, Sedangkan meurut Syamsudin (1990: 34) prestasi yaitu selaku kecakapan kasatmata atau kasatmata yang menunjukkan pada aspek kecakapan yang dapat dengan secepatnya didemonstrasikan atau diuji kini juga. Oleh sebab itu, maka mampu disimpulkan bahwa prestasi yaitu kecakapan aktual atau aktual sebagai hasil dari suatu perjuangan yang dapat dengan secepatnya diuji dan didemonstrasikan, atau sebuah gambaran kongkret yang menyatakan hasil acara atau perbuatan seseorang yang telah diraih, baik secara individu atau kelompok.
Adapun berguru, kata dasarnya yakni berasal dari kata “didik” yang artinya petunjuk yang diberikan terhadap orang semoga dikenali (diturut). Sedangkan sehabis kata “ajar” menerima imbuhan “bel” menjadi kata “mencar ilmu” sehingga maknanya pun menjadi:
1.      Berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu: misalnya membaca.
2.      Berlatih: contohnya mengetik, karate dan lain-lain.
3.      Berubah tingkah laris atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.
Merumuskan definisi mengenai mencar ilmu yang memadai bukanlah sebuah pekerjaan yang gampang, alasannya adalah itulah maka definisi yang penulis temui yaitu aneka macam, mungkin sebanyak ahli yang merumuskannya. Ada beberapa definisi yang dapat digunakan selaku data untuk mencari inti persoalannya.
Menurut Cronbach dalam Suryabrata (1985:247), belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami, dan dalam mengalami itu si pelajar memakai panca inderanya. Usman Efendi (1989:101) menyampaikan, bahwa belajar yakni sebagai suatu proses pergantian tingkah laris, adalah terjadinya pergantian-pergeseran faktor tingkah laku kognitif, konatif, afektif, dan psikomotorik secara integral.
Menurut M. Arifin (1984:61), berguru ialah suatu acara anak ajar dalam menerima, merespon, serta mengevaluasi yang dihidangkan oleh pengajar, yang rampung pada kesanggupan untuk menguasai bahan pelajaran yang disajikan itu. Belajar ialah proses perkembangan yang tidak disebabkan oleh proses pendewasaan biologis, sebab belajar merupakan proses pergeseran tingkah laris (baik yang bisa dijalankan maupun yang tidak) maka kesuksesan belajar terletak pada adanya pergantian yang secara relatif bersifat permanen.
Dari pemahaman di atas, maka dapat disimpulkan bahwa berguru ialah suatu proses pergantian yang dilaksanakan oleh individu selaku hasil perjuangan berdasarkan pengalaman dalam berinteraksi dengan lingkungan yang berbentukkecakapan, perilaku, kebiasaan dan kepandaian. Hal ini memperlihatkan bahwa individu yang berguru, pada risikonya akan menyadari atau mencicipi terjadinya suatu pergeseran pada dirinya, mirip menyadari bahwa dia telah memiliki pengetahuan ihwal bahasa, berhitung, menulis, dan sebagainya. Kalau kita simpulkan, maka kita peroleh hal-hal pokok dalam berguru adalah sebagai berikut:
a.       Bahwa mencar ilmu itu menjinjing pergantian.
b.      Bahwa mencar ilmu itu merupakan didapatnya suatu pergeseran tingkah laku ke arah yang lebih baik.
c.       Bahwa pergantian itu pada pokoknya adalah didapatkannya kecakapan gres.
d.      Bahwa pergeseran itu terjadi karena adanya perjuangan yang disengaja.
Kaprikornus, mencar ilmu yaitu suatu proses perubahan perilaku sebagai hasil usaha individu berdasarkan pengalaman dalam berinteraksi dengan lingkungan. Individu yang mencar ilmu, pada jadinya akan menyadari atau mencicipi terjadinya suatu perubahan pada dirinya.
Berdasarkan pengertian kedua ungkapan di atas, maka yang dimaksud dengan prestasi berguru adalah ialah segala sikap yang dimiliki oleh siswa selaku akibat dari terjadinya proses berguru yang ditempuh, baik yang bersifat kognitif, maupun afektif atau psikomotor yang menggambarkan sikap siswa secara umum. Sedangkan Muhibin Syah (1995:150) menyampaikan, bahwa prestasi berguru yang ideal ialah meliputi segenap faktor psikologis yang berubah sebagai akibat dari pengalaman dan proses belajar siswa.
Dari definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar yakni merupakan kecakapan konkret yang dimiliki siswa sesudah dia mengalami proses berguru dengan lewat evaluasi tertentu, baik yang bersifat kognitif, afektif maupun psikomotorik.

2.      Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Keberhasilan atau prestasi dalam belajar yang dicapai oleh siswa di sekolah ialah salah satu ukuran kepada penguasaan bahan pelajaran yang disampaikan. Peran guru dalam memberikan materi pelajaran mampu mensugesti prestasi mencar ilmu siswa. Faktor-aspek yang mempengaruhi prestasi berguru siswa penting sekali untuk dimengerti, adalah dalam rangka menolong siswa mencapai prestasi mencar ilmu seoptimal mungkin.
Prestasi berguru yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua aspek utama, yaitu faktor dari dalam diri siswa dan aspek yang datang dari luar diri siswa, khususnya kemampuan yang dimilikinya. Faktor kesanggupan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap prestasi berguru siswa yang mau diraih.
Di samping faktor kemampuan yang dimiliki oleh siswa, juga ada faktor lain seperti motivasi berguru, ketekunan, sosial ekonomi, aspek fisik dan psikis. Adapun imbas dari dalam diri siswa, ialah hal yang logis dan wajar, alasannya adalah hakekat tindakan mencar ilmu ialah pergeseran tingkah laku individu yang diniati dan disadarinya, siswa mesti mencicipi adanya sebuah keperluan untuk belajar dan berprestasi.
Sungguh pun demikian, prestasi yang mampu diraih masih juga bergantung dari lingkungan, artinya ada aspek-aspek yang berada di luar dirinya yang mampu menentukan dan mempengaruhi prestasi berguru yang dicapai. Salah satu lingkungan belajar yang secara umum dikuasai menghipnotis prestasi berguru di sekolah adalah kualitas pengajaran. Yang dimaksud dengan kualitas pengajaran menurut Sudjana (1989:140) ialah tinggi rendahnya atau pun efektif tidaknya proses berguru mengajar dalam mencapai tujuan pengajaran. Oleh alasannya adalah itu, prestasi mencar ilmu siswa di sekolah dipengaruhi oleh kesanggupan siswa dan kualitas pengajaran.
Menurut Gunawan Undang dkk (1998:15), bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi berguru siswa ialah sebagai berikut:
1.      Faktor intern, ialah ialah aspek yang datang dari dalam individu (siswa) yang bersangkutan alasannya kesanggupan yang dimilikinya. Misalnya, kematangan, kecerdasan, bakat dan minat.
2.      Faktor ekstern, merupakan faktor yang tiba dari luar individu (siswa) yang bersangkutan, mirip perhatian orang bau tanah, status sosial ekonomi keluarga, perhatian guru, fasilitas dan prasarana, potensi yang tersedia, dan sobat sebaya atau lingkungan masyarakat.
Sedangkan Sutari Imam Barnadib dalam bukunya Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis (1989:35) mengungkapkan, bahwa aspek-aspek yang dapat mempengaruhi prestasi berguru siswa terbagi ke dalam lima hal, yaitu:
1.      Faktor tujuan
Tujuan merupakan sebuah isyarat ke mana siswa sehabis tamat mengikuti aktivitas mencar ilmu mengajar.
2.      Faktor pendidik
Pendidik dalam hal ini guru, yakni subyek yang pribadi berinteraksi dengan siswa pada saat belajar. Kemampuan guru dalam penguasaan bahan dan keahlian memberikan materi kepada siswa mutlak diperlukan. Guru harus dapat menentukan metode pengajaran yang tepat sesuai dengan materi, situasi dan kondisi siswa. Oleh alasannya itu, guru memegang peranan kunci dalam proses berguru mengajar, artinya sukses tidaknya sebuah pengajaran secara biasa gurulah yang menentukan.
Hal ini sebagaimana usulan Muh. Zein (1976:10), bahwa guru yaitu orang yang bertanggung jawab wacana jalannya proses pendidikan dan pengajaran itu. Di atas bahunyalah dibebankan peran mengajar dan mendidik secara keseluruhan dengan segala kesannya. Dialah yang mengarahkan siswa terhadap tujuan yang hendak diraih.
Sedangkan prinsip-prinsip yang berlaku secara umum untuk guru yang bagus, sebagaimana pertimbangan S. Nasution (1982:12-17), antara lain:
a.       Memahami dan menghormati murid.
b.      Menghormati pelajaran yang diberikan.
c.       Menyesuaikan tata cara mengajar dengan materi pelajaran yang diberikan.
d.      Menyesuaikan bahan pelajaran dengan kesanggupan murid.
e.       Mengaktifkan murid dalam hal mencar ilmu.
f.       Memberikan pemahaman bukan hanya kata-kata belaka.
g.      Mempunyai tujuan tertentu dengan tiap pelajaran yang diberikan.
h.      Menghubungkan pelajaran dengan kebutuhan murid.
i.        Tidak terikat oleh satu teks book.
3.      Faktor anak latih
Anak didik ialah faktor yang tidak dapat diabaikan, alasannya adalah kondisi perorangan peserta ajar atau siswa sungguh berpengaruh kepada proses dan prestasi mencar ilmu. Kondisi individusiswa ini berdasarkan Muhibbin Syah, (1995:132) mampu dibedakan menjadi dua aspek, ialah:
a.       Faktor fisiologis (Bersifat jasmaniah).
b.      Faktor psikologis (Bersifat rohaniah).
Mengkonsumsi masakan yang bervitamin dan berprotein, sangat diperlukan seseorang yang sedang menjalani aktivitas mencar ilmu. Dengan menyantap masakan yang sehat, mampu mengakibatkan jasmani sehat sehingga dapat menuntaskan aktivitas atau peran yang ada hubungannya dengan mencar ilmu. Sebaliknya, orang yang kurang sehat akibat dari kurang gizi atau protein akan menyebabkan badannya lemah, mengantuk, dan cepat letih, sehingga susah untuk mendapatkan pelajaran terlebih mengkonsentrasikan dirinya dalam belajar.
Selain keadaan fisiologis secara lazim, keadaan alat indera juga tidak kalah pentingnya untuk kepentingan berguru. Alat indera sebagai alat untuk mengenal dunia luar sangat berpengaruh terhadap proses dan hasil mencar ilmu. Berfungsinya alat indera dengan baik, merupakan syarat dapat berlangsungnya berguru dengan baik dan cepat. Oleh sebab itu, keharusan bagi para pendidik untuk senantiasa menganjurkan terhadap anak asuh untuk senantiasa mempertahankan panca inderanya biar mampu berfungsi dengan baik, baik yang bersifat kuratif maupun preventif.
Di samping aspek fisiologis, faktor psikologis juga memegang peranan penting dalam aktivitas berguru. Menurut Muhibbin Syah (1995:139)  bahwa yang menyangkut faktor psikologis adalah minat, intelegensi, perilaku, bakat, dan motivasi.
Berkaitan dengan motivasi, yaitu merupakan kekuatan pendorong yang berasal dari dalam diri orang itu sendiri. Proses dan hasil mencar ilmu akan dimungkinkan meraih tujuan yang dibutuhkan apabila dalam mencar ilmu ada motivasinya. Hal ini sebagaimana istilah S. Nasution (1992:76), bahwa motivasi merupakan usaha-perjuangan untuk menawarkan keadaan-kondisi sehingga anak itu mau dan ingin melakukannya.
Anak yang mempunyai intelegensi tinggi, mungkin gagal dalam pelajaran karena kurangnya motivasi, hasil yang baik diraih dengan motivasi yang besar lengan berkuasa. Oleh sebab itu, maka anak perlu diberi motivasi supaya terkondisikan sedemikian rupa sehingga anak itu mau mencar ilmu, alasannya sadar akan kebutuhan berguru. Hal ini seperti istilah Ngalim Purwanto (1998:105), bahwa jikalau guru atau orang tua mampu memberikan motivasi yang bagus pada belum dewasa timbullah dalam diri anak itu dorongan dan hasrat untuk belajar lebih baik. Anak mampu menyadari apa gunanya mencar ilmu dan apa tujuan yang hendak dicapai dengan pelajaran itu, jika diberi perangsang, diberi motivasi yang baik dan sesuai. 
4.      Faktor alat-alat
Yang dimaksud alat-alat di sini yakni suatu perbuatan atau situasi atau benda yang disengaja diadakan untuk mencapai sebuah tujuan pendidikan. Alat pendidikan meliputi faktor yang sungguh luas, mencakup peralatan lunak (software) mirip materi pelajaran, approach, tata cara, dan teknik pengajaran, dan perangkat keras (hardware) mirip papan tulis, kapur, penghapus, gambar atau alat peraga, radio, tape recorder, laboratorium, dan sebagainya.
5.      Faktor alam sekitar
Faktor alam sekitar atau lingkungan mampu dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a.       Lingkungan sosial
Yang dimaksud dengan lingkungan sosial sebagaimana istilah Ngalim Purwanto (1998:78), ialah siapa pun atau manusia lain yang mensugesti kita.
Dalam proses mencar ilmu mengajar, lingkungan yang aman dapat mempermudah pencapaian hasil mencar ilmu yang baik. Karena anak pada usia kemajuan termasuk siswa MTs akan belajar dan melakukan sesuatu jika menerima pengawasan dari pihak luar. Kesadarannya akan mencar ilmu bukanlah muncul dari dalam dirinya, tetapi sedikit banyak mesti menerima dorongan dan pengawasan dari orang-orang yang ada di sekitarnya.
b.      Lingkungan non sosial.
Lingkungan non sosial yakni gedung sekolah dan letaknya, rumah daerah tinggal siswa dan letaknya, alat-alat belajar, kondisi cuaca, dan waktu mencar ilmu yang dipakai siswa.


DAFTAR PUSTAKA
Abin Syamsudin, Psikologi Pendidikan, Bandung: IKIP Bandung, 1990
Anonimous, Pendidikan di Indonesia dari Zaman ke Zaman, (Jakarta: Balai Pustaka, 1987
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1996
Oemar Hamalik, Metode Belajar dan Kesulitan-kesusahan Belajar, Bandung: Tarsito, 1983
 Zaenal Arifin, Evaluasi Intruksional, Bandung: Remaja Rosda Karya, 1991
 Mas’ud Hasan, Kamus Ilmiah Populer,(Bandung: PT. Bintang Pelajar,
Tabrani Rusyan, Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung: Remaja Rosda Karya, 1993
 Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1985
 Usman Efendi, Pengantar Psikologi, Bandung: Aksara, 1989
M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1984
Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, Bandung: Remaja Rosda Karya, 1995
Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru, 1989
Gunawan Undang dkk, Peningkatan Mutu Proses Belajar Mengajar SD, Bandung: CV. Siger Tengah, 1998
 Sutari Imam Barnadib, Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis, Yogyakarta: Andi Offset, 1989
Mahmud Yunus, Metodik Khusus Bahasa Arab (Bahasa Al-Qur’an), Jakarta: Hidakarya Agung, 1981
Muh. Zein, Proses Belajar Mengajar, Yogyakarta: Sumbangsih, 1976
S.  Nasution, Didaktik Azas-azas Mengajar, Bandung: Jemmars, 1982
Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung: Remaja Rosda Karya, 1998





= Baca Juga =




Sumber https://forumgurunusantara.blogspot.com


EmoticonEmoticon